angka keberuntunganmu hari ini

4326

Senin, 25 April 2011

tugu pahlawan

Tugu Pahlawan, adalah sebuah monumen yang menjadi markah tanah Kota Surabaya. Monumen ini setinggi 45 yard (40.5 meter) berbentuk lingga atau paku terbalik. Tubuh monumen berbentuk lengkungan-lengkungan (Canalures) sebanyak 10 lengkungan, dan terbagi atas 11 ruas. Tinggi, ruas, dan canalures mengandung makna tanggal 10, bulan 11, tahun 1945. Suatu tanggal bersejarah, bukan hanya bagi penduduk Kota Surabaya, tetapi juga bagi seluruh Rakyat Indonesia. Koordinat: 7.245808°LS 112.737785°BT

Tugu Pahlawan dibangun untuk memperingati peristiwa Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, dimana arek-arek Suroboyo berjuang melawan pasukan Sekutu bersama Belanda yang hendak menjajah kembali Indonesia.

Monumen Tugu Pahlawan menjadi pusat perhatian setiap tanggal 10 November mengenang peristiwa pada tahun 1945 ketika banyak pahlawan yang gugur dalam perang kemerdekaan.


Lokasi

Monumen ini berada di tengah-tengah kota di Jalan Pahlawan Surabaya, dan di dekat Kantor Gubernur Jawa Timur. Tugu Pahlawan merupakan salah satu ikon Kota Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Tugu ini merupakan titik 0 (nol) kilometer untuk kota Surabaya. Berdiri di atas tanah lapang seluas 1,3 hektar, dan secara administratif berada di wilayah Kelurahan Alun-Alun Chontong, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya.

Pembangunan

Ada dua pendapat mengenai siapa yang menjadi pemrakarsa, sekaligus arsitek monumen yang terletak di Jalan Pahlawan Surabaya ini. Menurut Gatot Barnowo, monumen ini diprakarsai oleh Doel Arnowo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Daerah Kota Besar Surabaya. Kemudian ia meminta Ir. Tan untuk merancang gambar monumen yang dimaksud, untuk selanjutnya diajukan kepada Presiden Soekarno.
Sedangkan menurut Ir. Soendjasmono, pemrakarsa monumen ini adalah Ir. Soekarno sendiri. Ide ini mendapat perhatian khusus dari Walikota Surabaya, Doel Arnowo. Untuk perencanaan dan gambarnya diserahkan kepada Ir. R. Soeratmoko, yang telah mengalahkan beberapa arsitektur lainnya dalam sayembara untuk pemilihan arsitek untuk membangun monumen ini.
Pada awalnya pekerjaan pembangunan Monumen Tugu Pahlawan ditangani Balai Kota Surabaya sendiri. Kemudian dilanjutkan oleh Indonesian Engineering Corporation, yang kemudian diteruskan oleh Pemborong Saroja. Monumen yang dibangun selama sepuluh bulan ini, diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 10 Nopember 1952.

Museum

Di bawah tanah lahan Tugu Pahlawan ini terdapat sebuah museum untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan yang berjuang di Surabaya, di museum ini juga terdapat foto-foto dokumentasi pembangunan Tugu Pahlawan.

Lansekap

Pada tahun 1991-1996 dilakukan pembenahan kawasan Tugu Pahlawan dan Museum Perjuangan 10 November Surabaya yang dipimpin oleh arsitek Ir. Sugeng Gunadi, MLA dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Tugu Pahlawan di Surabaya


jembatan merah

Jembatan Merah merupakan salah satu monumen sejarah di Surabaya, Jawa Timur yang dibiarkan seperti adanya: sebagai jembatan. Jembatan yang menjadi salah satu judul lagu ciptaan Gesang ini, semasa zaman VOC dahulu dinilai penting karena menjadi sarana perhubungan paling vital melewati Kalimas menuju Gedung Keresidenan Surabaya, yang sudah tidak berbekas lagi.

Kawasan Jembatan Merah merupakan daerah perniagaan yang mulai berkembang sebagai akibat dari Perjanjian Paku Buwono II dari Mataram dengan VOC pada 11 November 1743. Dalam perjanjian itu sebagian daerah pantai utara, termasuk Surabaya, diserahkan penguasaannya kepada VOC. Sejak saat itulah Surabaya berada sepenuhnya dalam kekuasaan Belanda. Kini, posisinya sebagai pusat perniagaan terus berlangsung. Di sekitar jembatan terdapat indikator-indikator ekonomi, termasuk salah satunya Plaza Jembatan Merah.

Perubahan fisiknya terjadi sekitar tahun 1890-an, ketika pagar pembatasnya dengan sungai diubah dari kayu menjadi besi. Kini kondisi jembatan yang menghubungkan Jalan Rajawali dan Jalan Kembang Jepun di sisi utara Surabaya itu, hampir sama persis dengan jembatan lainnya. Pembedanya hanyalah warna merah.

Jembatan Merah
Jembatan Merah (ca.1880-1900)

pasar malam kya kya surabaya

Kya-Kya Surabaya adalah pasar malam di kawasan pecinan kota Surabaya, di sepanjang jalan Kembang Jepun, yang menjual berbagai macam makanan baik masakan Tionghoa, makanan khas Surabaya maupun makanan lainnya. Kata kya-kya diambil dari salah satu dialek bahasa Tionghoa yang berarti jalan-jalan.

SEJARAH KEMBANG JEPUN

Kembang Jepun dulunya adalah kawasan bisnis utama dan pusat kota Surabaya. Walaupun bukan menjadi yang utama,
kawasan ini tetap menjadi salah satu sentra bisnis hingga saat ini. Kawasan ini terkenal sebagai pusat perdagangan grosir, yang kemudian dikenal sebagai CBD (central business district) I Kota Surabaya.

Kembang Jepun mempunyai sejarah panjang, sepanjang perjalanan Kota Surabaya. Perjalanannya penuh dengan rona-rona, sesuai warna yang dilukiskan zamannya. Sejak zaman Sriwijaya, kawasan di sekitar Kembang Jepun menjadi tempat bermacam bangsa tinggal.

Banyak pedagang asing yang menambatkan kapal-kapalnya di lokasi di mana kemudian menjadi Kota Surabaya. Di situ pulalah, perjalanan sejarah menorehkan garis membujur dari timur ke barat kota, Jalan Kembang Jepun. Tegak lurus dengan Kalimas, jalan ini juga menjadi ikon Kota Surabaya yang silih berganti tampil membawa perannya.

Pada zaman Belanda, pemerintahan saat itu membagi kawasan menjadi Pecinan di selatan Kalimas, kampung Arab dan Melayu di Utara kawasan itu, dengan Jalan Kembang Jepun sebagai pembatasnya. Bangsa Belanda sendiri tinggal di Barat Kalimas yang kemudian mendirikan komunitas "Eropa Kecil".

Jalan Kembang Jepun dulunya dinamakan Handelstraat (handel berarti perdagangan, straat artinya jalan), yang kemudian tumbuh sangat dinamis. Pada zaman pendudukan Jepang lah nama Kembang Jepun menjadi terkenal, ketika banyak serdadu Jepang (Jepun) memiliki teman-teman wanita (kembang) di sekitar daerah ini. Pada era di mana banyak pedagang Tionghoa menjadi bagian dari napas dinamika Kembang Jepun, sebuah Gerbang kawasan yang bernuansa arsitektur Tionghoa pernah dibangun di sini. Banyak fasilitas hiburan didirikan, bahkan ada yang masih bertahan hingga kini, seperti Restoran Kiet Wan Kie.

LAHIRNYA KYA-KYA

Pemerintah Kota Surabaya pernah berkeinginan untuk menjadikan kawasan Kembang Jepun menjadi semacam Malioboro tidak mendapat respons yang baik dari para pedagang kaki lima (PKL), bahkan oleh masyarakat Kota Surabaya sendiri. Akhirnya, kawasan ini mati kembali di malam hari, gelap gulita dan rawan kejahatan. Berbeda dengan keadaan siang hari yang sangat dinamis.

Melihat banyaknya ikon kota yang pelan-pelan meredup mati dan ditinggalkan warganya, muncullah ide untuk segera menyelamatkannya. Studi dan perencanaan awal hanya dilakukan 2 minggu, namun tidak mengurangi kualitas perancangan itu sendiri dengan melakukan studi lapangan dan studi literatur, diskusi dengan pemerintah kota, warga setempat, komunitas pedagang kaki lima bahkan studi banding ke luar negeri (Chinatown di Singapura). Studi-studi dan pelaksanaan dilakukan bersama-sama dengan tim eksklusif di bawah pimpinan Wali Kota Surabaya Bambang D. Hartono, demikian juga dengan pihak DPRD Surabaya di bawah pimpinan Armuji, dan PT Kya-Kya Kembang Jepun di bawah pimpinan Dahlan Iskan.

Pusat Kya-kya ini akhirnya dirancang pada jalan sepanjang 730 meter, lebar 20 meter, menampung 200 pedagang (makanan dan nonmakanan), 2.000 kursi, 500 meja makan dengan memerhatikan studi keamanan. Selain itu, studi perilaku warga Kota Surabaya, studi parkir dan transportasi, studi budaya (arsitektur setempat, genius loci), studi kelayakan ekonomis, teknis, sistem kebersihan, utilitas (saluran air, drainage, listrik, sistem suara, sampah), pemanfaatan SDM setempat, kerja sama dengan warga, LSM, potensi-potensi wisata (bangunan kuno, monumen bersejarah), dan sebagainya secara terpadu.

Kya-Kya Surabaya akhirnya berhasil diwujudkan. Secara resmi Kya-Kya Surabaya dibuka pertama kali pada tanggal 31 Mei 2003, bertepatan dengan hari ulang tahun kota Surabaya.

Lokasi Kya-kya Kembang Jepun tidak ada duanya ketika kawasan ini sarat dengan malam budaya, maka tatkala arsiteknya pun membawa the spirit of place, suguhan arsitektur Tiongkok adalah sebuah kemutlakan. Pementasan budaya yang berkualitas pun disuguhkan seperti festival ngamen, suguhan musik keroncong, musik klasik Tiongkok, hingga Barongsai anak-anak dan tari Ngremo Bocah. Sedangkan, acara-acara tematik digelar seperti Shanghai Night, Dancing on the Street, Agoestoesan Tjap Kya-kya Kembang Djepoen serta Mystical Night, Festival Bulan Purnama dan sebagainya.